Sumber ilustrasi Storytelling dari blastanalytics.com
Sore kemarin, setelah bangun
tidur si sulung merayu minta diajak keluar rumah, mau minta dibelikan ‘model’
katanya. Kebetulan tetangga kami ada yang sudah buka kembali ‘kedai modelnya’
jadi kami tidak repot memikirkan beli itu kemana-mana. Aku, juga merayu-rayu si
sulung supaya mandi terlebih dahulu, karena memang sudah jadwal mandi sore. Alhamdulillah
dia mau, sekalian kumandikan si dedek yang sedari tadi juga gelisah karena
sudah kegerahan.
Sekitar jam 16.45 wib ritual
mandi, berpakaian dan menyiapkan pernak-pernik untuk keluar rumah sudah
selesai.
“bunda, tolong patang keludung
bita” dengan tergesa-gesa ia mengambil kerudung miliknya yang belum sempat aku
kenakan, agar segera dipasang. Oh iya, si sulungku namanya Tsabita, usianya
baru 2 tahun 4 bulan jadi harap maklum jika ngomongnya masih ada huruf yang
belum lengkap atau bahkan ada kata yang berganti hurufnya hingga seakan seperti
kata baru.
Hampir jam 17.00 ketika pintu di
buka, dengan penuh semangat si sulungku
berlari ke kedai model tetanggaku itu. “Uwak Tumin” spontan Tsabita menyapa si
penjaga kedai saat itu. “Apa Tsabita?”. Sahut uwak penjual model. Tsabita di
usianya yang masih segitu sudah pandai bercanda, uwak Tumin seperti sapaannya
itu, bukan nama si penjual model yang sebenarnya.
Alhal, karena dulu Tsabita pernah
ditanya sama mereka nama-nama sayuran yang dijual di sana, nah pas menanyakan
buah timun, Tsabita menjawabnya “Itu Tumin” jadilah, sampai saat ini jikalau
mereka, antara si penjual model dengan si sulungku saling sapa, dengan kata ‘Tumin’.
Ah ada-ada saja.
“Nda, kenapa mata bunda sebelah kiri atas itu
merah?” selidik suamiku, ketika sedang asyik-asyiknya aku menikmati sajian
model di hadapanku. Rupanya si doi daritadi sambil menggendong si dedek juga
sibuk memperhatikan kesayangannya ini. Eaaa
“iya kah, yah? Apa sebabnya ya?”
tanyaku juga bingung. “ada bagian yang bermassalah itu di matanya, efek lelah
muungkin” jelas suamiku. “oh gitu, lelah kenapa ya?” aku juga keheranan, karena
baru kali pertama mengalami ini. “mungkin karena aktivitas bunda yang sekarang
terlalu sering di depan laptop dan hape, tidak apa-apa istirahat saja dulu
malam ini” suamiku kembali mengingatkan.
Setelah menghabiskan kuah model,
kami bersegera pulang, masuk pintu lalu berdiskusi sebentar di ruang belajar.
Sedari tadi, notif di hp pintarku berdenting
denting, apalagi di grup whatsapp kelas menulis
‘WCWH’, sudah ramai sejak pagi sebelum dimulainya kelas malam tadi. “bagaimana
ya, yah. Bunda ada kelas menulis perdana malam ini?” lengkap dengan ekspresi
memelasku.
Beliau tidak masalah, hanya
memberi saran, sebelum memulai kelas manfaatkanlah untuk istirahat, pejamkan
mata walau sebentar, tidur setitik kalo kata cik gu Hasni.
Akhirnya, aku mengikuti saran
suamiku, setelah shalat maghrib. Aku, si sulung dan si dedek sudah siap ambil posisi istirahat di dalam kamar
tercinta lengkap dengan mainan kesayangan kami Hafizha Talking Doll teman
mengaji dan bernyanyi yang dulu sempat kami beli sebagai hadiah untuk si
sulung, tabungan hasil dari berdagang online. Bersyukur mainannya awet sampai
sekarang masih tetap bagus.
Walaupun sudah pada posisi berbaring,
mataku masih on karena 2 bidadari kami itu belum menunjukkan isyarat ingin bersegera
tidur. Beruntung suamiku pengertian, segera diambil alihnya si sulung menemani
drama malam hari yang kerap kali berulang. Terimakasih sayangku Novran,
jazakallah khairan...
Benar saja, dalam hitungan menit
aku sudah terlelap, lupa jam berapa tepatnya, yang jelas tidak lama setelah si
dedek bobok akupun ikutan. Sebenarnya beberapa hari ini aku juga merasakan mataku yang sebelah kiri cepat sekali lelah. Persepsiku
juga sama sih dengan pendapat suamiku, mungkin karena pola tidurnya sekarang
berubah jadi ya tubuh juga menyesuaikan dengan pola jadwal yang baru ini.
Intinya, tubuh beradaptasi dengan
aktivitas yang baru ini. Amanlah ya, positif thinking aja, yakin ke Allah
berlelah-lelah dalam menjemput ilmu itu ganjarannya pahala dan hadiahnya tidak
tanggung-tanggung yakni surga. Jika hanya rebahan dan ‘leye-leye aja mungkin
hadiahnya paling tinggi kipas angin, atau hanya piring cantik aja. Syukur juga
jika dapat. Kan begitu?
“Sayang,” panggil suamiku, sontak
akupun terbangun dan langsung menanyakan jam. “Jam 22.30 yang” sahut suamiku. Ya
Allah, begitu lelapnya diriku. “ya Allah yang, bagaimana kabar kelas menulisku
malam ini?” tanyaku sambil mencoba mengumpulkan energi untuk segera bangkit. “Ramee, tadi ayah juga intip, materinya keren. Sudah banyak
diskusi ini teman-temannya, aktif. Banyak yang nanya. Nanti baca sendiri lah ya
supaya puas, ayah belum bisa jelaskannya secara detail” kira-kira begitulah
cerita suamiku mencoba gugah semangatku untuk bersegera bangkit dari tempat
tidur sembari menyodorkan gawaiku.
Aku mencoba check sebentar, kali ini
telunjukku yang sibuk memainkan perannya scrolling percakapan ke atas bagian
ketertinggalanku. MasyaAllah sudah sekitar 400an chatting yang masuk ini.
“Ke belakang dulu saja, ambil
wudhu, terus shalat” tegur suamiku. Aku hanya menganggukan kepala.
Usai bertafakur mengadu ke Allah Yang
Maha Gagah, aku langsung kembali melihat kelasku di grup whatsapp itu, walau
sudah malam gulita masih ramai saja. Nih, emak-emak pada kecenya kelewatan ya, yang
muda-muda apalagi, tentu tak mau kalah kan
ya? Barakallah, selalu dikelilingi teman-teman yang semangat memburu ilmunya
tak pernah kelu, luar biasa.
Cik gu, sang master juga semangatnya
menjelaskan materi tak kalah hebatnya. Bahkan beliau baru bisa makan malam
setelah kelas usai, aku melihat riwayat chatting itu hampir jam 22 wib. Semoga Allah
balas semua kebaikan cik gu dengan pahala yang banyak dan jaminan surga yang kenikmatannya
tak pernah habis. Aamiin...
Kelas malam tadi, lumayan
menguras pikiran, akupun butuh waktu lumayan lama mencerna setiap materi yang
diberikan cik gu, mulai dari definisi story telling, retalling story, feature,
memoar lengkap dengan hubungan, perbedaannya, pecahannya, dan sebagainya. Ahh,
semakin banyak belajar, ternyata semakin merasa minim aja ilmuku selama ini. Jadi
malu mengingat nilai pelajaran bahasa indonesiaku di sekolah dulu yang lumayan
tinggi itu. Apalah arti sebuah nilai? Wkwkwk
Jujur, untuk hanya memahami
bagian cabang dari pelajaran bahasa indonesia ini saja, aku cukup cenat-cenut
dibuatnya. Setaunya menulis aja, ngalir aja, yang penting menulis, yes. Aduuh...
Seketika aku kembali mengingat pesan dan nasehat dari ulama besar yakni Imam Syafi’i
“Barangsiapa belum merasakan pahitnya belajar walau sebentar, Ia akan merasakan hinanya kebodohan sepanjang hidupnya. Dan barangsiapa ketinggalan belajar di masa mudanya, maka bertakbirlah untuknya empat kali karena kematiannya. Demi Allah, hakekat seorang pemuda adalah dengan ilmu dan takwa.”
Selain, menguras pikiran, cik gu
berhasil juga mengaduk-aduk perasaan murid-muridnya ini dengan membagikan
contoh tulisan yang berkaitan dengan materi kami malam tadi. Salah satu yang
masih kuingat hingga saat ini adalah salah satu tulisan cik gu sendiri yakni
tentang pengalaman mengharukan beliau, termasuk contoh tulisan memoar.
Judulnya “Twin to Twin
Transfusion Syndrome” merupakan kondisi kehamilan kembar yang berbagi suplai darah plasenta dalam jumlah tak sama yang mengakibatkan dua janin tumbuh dengan laju yang berbeda. Kecil
kemungkinan janinnya bertahan, jikalaupun berhasil terlahir sang anak akan
mengalami kecacatan. Walau Beliau ikhtiar mempertahankan janinnya. Qadarallah
di usia 5 bulan janinnya justru ‘memaksa’
keluar, kontraksi hebat. Sepasang anak itu
akhirnya kembali kepada Sang Pencipta.
Naluri keibuanku tidak bisa
dinafikkan, seketika juga ada genangan di sekitar mataku. Ya Allah, ternyata di
balik tegarmu, tersimpan kisah yang nanar namun ‘menakjubkan’. Takjub karena
engkau bisa melewatinya dengan tetap tangguh bak karang di tengah lautan. Peluk
cik gu dari jauh.
Lanjut, jempol ini kembali sibuk
menekan layar gawaiku. Banyak pertanyaan yang masuk seolah berulang-ulang, kembali
untuk hanya sekedar memastikan dan berharap mendapatkan titik simpul dari
pemahaman masing-masing. Beruntung cik gu bisa cepat tanggap dan mampu mengemas
setiap jawabannya dengan sederhana dan mudah dipahami. Alhamdulillah, “untung di
kelas ini tidak ada ujian ya?” sorak salah satu peserta. Akupun sampai terkekeh
dibuatnya.
Apalah arti ilmu jika tidak
segera dipraktekkan nggih? Akhirnya cik gu memberikan oleh-oleh di akhir pertemuan
pertama ini. Action! Mulailah menulis, dan berbagilah cerita.
Meminjam kata Ust. Aa Gym. ‘Mulailah
dari dirimu sendiri, mulailah dari hal kecil, mulailah dari sekarang’
ASYIAAPPPP...
(Alai, 10 Juni 2020. Sambil
menidurkan si dedek di ayunan, ditemani suara merdu Hafizha Talking Doll
murrotal pagi)